Revolusi Hijau pada Masa Orde Baru dan Dampaknya
- Revolusi Hijau
Revolusi Hijau merupakan istilah yang digunakan sejak tahun
1960 untuk melukiskan usaha pengembangan dan pendiversifikasian hasil
pertanian. Revolusi Hijau adalah revolusi produksi biji-bijian dari hasil
penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas
gandum, padi, dan jagung yang membuat hasil panen komoditas tersebut meningkat
di negara-negara berkembang.
Munculnya Revolusi Hijau didasari oleh adanya masalah yang
diakibatkan adanya pertambahan jumlah penduduk yang pesat dan bagaimana
mengupayakan peningkatan hasil produksi pertanian. Oleh karena itu, peningkatan
jumlah penduduk harus diimbangi dengan peningkatan produksi hasil pertanian.
a. Latar Belakang Lahirnya Revolusi Hijau
Sebenarnya program Revolusi hijau muncul sebagai akibat
adanya kekhawatiran dunia akan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah
penduduk dan produksi pertanian. Gagasan mengenai Revolusi Hijau bermula dari
hasil penelitian dan tulisan seorang ilmuwan bernama Thomas Robert Malthus
(1766-1834) yang berpendapat bahwa masalah kemiskinan dan kemelaratan adalah
masalah yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Kemiskinan dan kemelaratan
terjadi karena pertumbuhan penduduk dan peningkatan produksi pangan tidak
seimbang.
Istilah Revolusi Hijau pertama kali diusulkan oleh William S.Gaud pada tahun 1968. Program
ini mencakup hal-hal berikut.
1) Pemulihan tanaman untuk mendapatkan bibit unggul.
2) Pemanfaatan pupuk buatan untuk memperkaya unsur hara dalam tanah.
3) Penggunaan bahan kimia untuk memberantas hama.
4) Pembangunan irigasi untuk menjamin pasokan air.
b.Perkembangan Revolusi Hijau
Terjadinya Perang Dunia I telah menghancurkan banyak lahan
pertanian di negara-negara Eropa yang mengancam produksi pangan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, para pengusaha Amerika berupaya mengembangkan
pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan dengan melaksanakan penelitian.
Usaha untuk mencukupi kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk Revolusi
Hijau.
Revolusi Hijau tersebut disokong dan dipelopori oleh dua
lembaga ilmiah, yaitu Ford Foundation
dan Rockefeller Foundation.
Penelitian tersebut dilakukan di beberapa negara berkembang seperti Filipina,
India, Meksiko, dan Pakistan. Dalam penelitian tersebut mencari berbagai
varietas tanaman penghasil biji-bijian, terutama yang diproduksi dalam jumlah
yang sangat banyak (beras dan gandum). Di samping hal tersebut yang juga
mempengaruhi perkembangan Revolusi Hijau adalah perkembangan teknologi
alat-alat pertanian. Penggunaan alat-alat pertanian modern, seperti mesin,
bajak, alat penyemprot hama, mesin penggiling padi, dan pompa irigasi merupakan
salah satu faktor dalam meningkatkan produksi pertanian.
Selanjutnya perkembangan Revolusi Hijau terjadi pada
pasca-Perang Dunia II. Perang tersebut menyebabkan di berbagai sendi kehidupan
mengalami kerusakan dan roda perekonomian hancur. Lahan-lahan pertanian menjadi
hancur yang akhirnya menyebabkan berkurangnya produksi pangan dunia. Dengan
hancurnya lahan-lahan pertanian tersebut, maka dilakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan produksi pertanian seperti pembukaan lahan-lahan pertanian baru,
mekanisasi pertanian, penggunaan pupuk-pupuk baru, dan mencari metode yang
tepat untuk memberantas hama tanaman.
Pada tahun 1944 di Meksiko didirikan sebuah pusat penelitian
benih jagung dan gandum yang langsung dibimbing dari Rockefeller Foundation.
Akhirnya pusat penelitian ini berhasil menemukan beberapa varietas baru yang
hasilnya jauh di atas rata-rata hasil varietas lokal Meksiko.
Kemudian pada tahun 1962, Rockefeller Foundation bekerja
sama dengan Ford Foundation mendirikan sebuah badan penelitian untuk tanaman
padi di Filipina. Badan penelitian ini dinamakan International Rice Research Institute
(IRRI) yang bertempat di Los Banos, Filipina. Tujuan utama IRRI adalah untuk
mencari cara meningkatkan kesejahteraan petani, konsumen, serta lingkungannya.
IRRI telah menghasilkan suatu varietas padi baru yang
hasilnya jauh lebih baik daripada hasil varietas lokal di Asia. Varietas baru
tersebut merupakan hasil persilangan genetik antara varietas padi jangkung dari
Indonesia yang bernama Peta. Hasil persilangan tersebut diberi nama IR 8-288-3
(IR-8) dan di Indonesia dikenal dengan sebutan padi PB-8.
Penelitian IRRI tersebut, di samping untuk menemukan
varietas-varietas unggul yang sesuai dengan daerah tempat produksi hasil
penelitian, juga diikuti dengan upaya pemuliaan tanah, yaitu mulai dari
pengolahan tanah, pemupukan, penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.
Perkembangan Revolusi Hijau semakin meluas di dunia terutama pada daerah-daerah
yang dahulunya merupakan daerah sedang berkembang atau daerah yang selalu mengalami
kekurangan akan hasil pertanian.
Revolusi Hijau telah membawa perubahan pada beberapa negara,
seperti di India yang telah berhasil melipatgandakan panen gandumnya dalam
waktu enam tahun dan menjelang tahun 1970 sudah hampir dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri. Filipina telah berhasil mengatasi ketergantungannya pada beras impor,
bahkan akhir tahun 1960-an telah menjadi eksportir beras. Hal tersebut telah
menimbulkan optimisme bahwa Revolusi Hijau dapat menghasilkan cukup banyak
pangan untuk memberi makan kepada penduduk sampai waktu yang lebih lama.
Produksi hasil pertanian mengalami peningkatan yang cukup melimpah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar